UPAYA HUKUM KREDITUR TERHADAP KETIDAKMAMPUAN SEORANG DEBITUR
Utang Piutang adalah kegiatan “pinjam-meminjam” yang dilakukan seorang pemberi pinjaman (kreditur) terhadap peminjam (debitur) dengan adanya perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak baik dalam bentuk nominal cash ataupun non cash dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini, dilakukan masyarakat dikarenakan kondisi ekonomi. Kegiatan utang piutang yang terjadi sering ditemui adanya permasalahan hukum, sehingga membuat setiap orang menempuh langkah-langkah yang berbeda untuk mendapatkan haknya. Namun, ketidaksanggupan peminjam (debitur) sangat ditakutkan oleh pemberi pinjaman (kreditur). Perbuatan mangkir terhadap pembayaran utang-utangnya merupakan dasar terjadinya konflik. Hal ini membuat pemberi pinjaman (kreditur) memutuskan untuk membuat laporan terhadap pihak peminjam (debitur) atas perbuatan mangkir yang dilakukannya dengan tujuan untuk menakuti. Tentunya, laporan tersebut bukanlah sebuah kesalahan ataupun larangan dikarenakan tidak terdapat hal yang mengatur atau menjelaskan secara rinci dalam peraturan perundang-undangan. Maka, laporan tersebut merupakan sebuah kebebasan seseorang. Akan tetapi, perlu di ingat kegiatan utang piutang merupakan kategori perdata, dalam Pasal 1333 KUHPerdata bahwa: Suatu persetujuan adalah perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih” Kemudian dalam Pasal 19 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan: “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang”. Ketentuan diatas diperkuat dengan terbitnya Yurisprudensi putusan Mahkamah Agung No.93/KR/1969 dan Yurisprudensi putusan mahkamah agung No.39K/PID/1984. Sedangkan, untuk menempuh jalur pidana hanya bisa digunakan jika memang terdapat unsur-unsur “penipuan” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ataupun unsur pasal tindak pidana lainnya dalam pinjam meminjam tersebut. Pasal 378 KUHP berbunyi: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa ketidakmampuan seseorang dalam melakukan prestasinya terkait utang piutang hanya dapat dilaksanakan melalui sengketa perdata, sehingga secara hukum hal ini tidak dapat dipidanakan. Sebab menurut hukum seseorang tidak bisa dipidana karena ketidakmampuannya membayar utang. Langkah yang tepat ialah mengajukan gugatan wanprestasi kepada Pengadilan Negeri untuk memperjuangkan hak pemberi pinjaman (kreditur) untuk mendapatkan nominal yang telah dikeluarkannya.
Sumber : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999