Saksi Ateis Memberikan Keterangan di Pengadilan

Dapatkah saksi yang tidak mempunyai kepercayaan memberikan keterangan di Pengadilan?

Pada dasarnya dalam persidangan perlu adanya pembuktian untuk menyelesaikan suatu perkara perdata maupun pidana. Dalam sidang perkara pidana terdapat 5 (lima) alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu:

  1. keterangan saksi
  2. keterangan ahli
  3. surat
  4. petunjuk
  5. keterangan terdakwa

Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang diperlukan. Definisi saksi menurut KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Namun tidak menutup kemungkinan saksi dapat memberikan keterangan yang tidak dengan fakta yang sebenarnya sehingga sebelum saksi memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah terlebih dahulu. Hal ini diatur dalam Pasal 160 KUHAP bahwa sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.

Oleh karena saksi diwajibkan mengucapkan sumpah menurut cara agamanya masing-masing, lalu bagaimana dengan saksi yang tidak mempunyai kepercayaan atau agama (ateis)? Apakah berarti saksi yang ateis tidak memenuhi syarat untuk memberikan keterangan saksi?

Sehubungan dengan hal ini, perlu dipahami terlebih dahulu hal apa saja yang menyebabkan seseorang tidak dapat menjadi saksi. Berdasarkan ketentuan Pasal 168 KUHAP diatur bahwa kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:

  1. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
  2. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
  3. suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

Jika dilihat dari Pasal 168 KUHAP ini, tidak dijelaskan bahwa saksi yang tidak mempunyai agama tidak dapat mejadi saksi. Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan bahwa walaupun seseorang yang ateis tidak mempunyai lafal sumpah, namun sebenarnnya pada intinya semua lafal sumpah di setiap agama mempunyai makna yang sama. Setiap saksi harus bersumpah untuk menerangkan dan memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya. Dengan demikian, bukanlah suatu masalah bagi saksi yang ateis memberikan keterangan saksi, selama saksi tersebut mau berjanji untuk mengatakan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.

Sumber Hukum:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Tags: hukum acara pidana, sidang, persidangan, pengadilan, saksi pengadilan, saksi persidangan, saksi ateis, saksi tanpa agama, sumpah saksi, hukum pidana, keterangan saksi