Perlindungan Hukum yang Diberikan Terhadap Korban Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Pelecehan seksual dapat terjadi tanpa melihat tempat dan waktu, seperti di kendaraan umum, tempat kerja, sekolah, tempat hiburan, bahkan di tempat umum, baik siang maupun malam. Pelecehan seksual marak terjadi pada kaum wanita, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kaum pria tidak mengalami pelecehan seksual.
Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, yakni meliputi: main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan.
Secara umum, bentuk-bentuk pelecehan ada 5, yaitu:
- Pelecehan Fisik
Sentuhan yang tidak diinginkan mengarah keperbuatan seksual seperti mencium, menepuk, memeluk, mencubit, mengelus, memijat tengkuk, menempelkan tubuh atau sentuhan fisik lainnya.
2. Pelecehan Lisan
Ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, termasuk lelucon dan komentar bermuatan seksual.
3. Pelecehan non-verbal/isyarat
Bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, menatap tubuh penuh nafsu, isyarat dengan jari tangan, menjilat bibir, atau lainnya.
4. Pelecehan visual
Memperlihatkan materi pornografi berupa foto, poster, gambar kartun, screensaver atau lainnya, atau pelecehan melalui e-mail, SMS dan media lainnya.
5. Pelecehan psikologis/emosional
Permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.
Perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban pelecehan seksual diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
- Saksi dan Korban berhak:
- memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
- ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
- memberikan keterangan tanpa tekanan;
- mendapat penerjemah;
- bebas dari pertanyaan yang menjerat;
- mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
- mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
- mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
- dirahasiakan identitasnya;
- mendapat identitas baru;
- mendapat tempat kediaman sementara;
- mendapat tempat kediaman baru;
- memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
- mendapat nasihat hukum;
- memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau
- mendapat pendampingan.
- Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK.
- Selain kepada Saksi dan/atau Korban, hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diberikan kepada Saksi Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidana meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban
- Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, Korban tindak pidana terorisme, Korban tindak pidana perdagangan orang, Korban tindak pidana penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasan seksual, dan Korban penganiayaan berat, selain berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak mendapatkan bantuan medis; dan bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis.
- Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan Keputusan LPSK.
Sumber:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.