Perlindungan Hukum Bagi Pembeli dalam Hal Terjadi Penipuan Jual Beli Online

Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli dalam hal terjadi penipuan jual beli online? Apa yang harus dilakukan apabila kita mengalami penipuan jual beli online?

Jual beli online pada saat ini menjadi salah satu kegiatan yang umum dilakukan oleh banyak orang. Selain lebih praktis, kegiatan jual beli online lebih banyak diminati karena barang dan jasa yang ditawarkan lebih beragam dan harganya juga lebih terjangkau. Berbagai online shop hadir di banyak jenis platform media sosial, website, dan marketplace.

Meskipun diminati, kegiatan jual beli tanpa tatap muka ini banyak menimbulkan masalah hukum, salah satunya terkait dengan tindak pidana penipuan. Penipuan jual beli online sering terjadi karena pihak penjual dan pembeli tidak melakukan tatap muka atau pertemuan saat bertransaksi. Contoh penipuan online yang cukup marak ialah dalam hal pihak penjual tidak mengirimkan barang yang sudah dibayar oleh pembeli, kemudian penjual tidak bisa dihubungi dan menghilang.

Lantas, adakah pasal-pasal yang dapat digunakan untuk menjerat penjual yang melakukan penipuan jual beli online?

Pasal mengenai penipuan secara umum diatur pada Pasal 378 dan 379 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:

Pasal 378 KUHP:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Pasal 379 KUHP:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

Harga barang Rp 25,- (dua puluh lima rupiah) telah disesuaikan berdasarkan Perppu No. 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP dan Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP menjadi Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Karena penipuan dilakukan secara online menggunakan media elektronik, maka peraturan lain yang digunakan ialah Pasal 28 ayat (1) UU ITE, yaitu “setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”

Sanksi Pasal 28 ayat (1) UU ITE diatur pada Pasal 45 ayat (2), yaitu “setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”.

Kedua peraturan tersebut memang mengatur hal yang berbeda, yaitu Pasal 378 dan 379 KUHP mengatur mengenai penipuan dan Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (2) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transkasi Elektronik. Meski begitu, kedua pasal ini tak jarang digunakan bersamaan sebagai sanksi pidana alternatif, karena belum ada peraturan yang secara spesifik mengatur mengenai penipuan jual beli online sehingga diharapkan unsur-unsur tindak pidana dapat memenuhi salah satu dari kedua pasal tersebut.

Perlindungan hukum terhadap pembeli juga diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pasal 8 sampai Pasal 17 mengatur perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha (penjual). Salah satu yang berkaitan dengan penipuan online ialah Pasal 16, yaitu:

“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:

  1. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
  2. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.”

Atas pasal-pasal tersebut, Pasal 62 mengatur mengenai tuntutan pidana terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya, yaitu:

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);

(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Berbicara mengenai praktik, tak jarang penipuan jual beli online tidak dilaporkan oleh pembeli ke aparat kepolisian karena harga barang yang diperjualbelikan tidak begitu besar. Namun, sebagai pembeli kita tidak bisa tinggal diam dan pasrah saja, mengingat penjual sebagai penipu akan terus menjalankan aksinya dan merugikan banyak korban. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan apabila kita sebagai konsumen tertipu dalam transkasi jual beli online, yaitu:

1. Melaporkan ke polisi

Tahap pertama yang harus dilakukan ialah melaporkan penipuan online ke polisi. Tahap ini harus dilakukan terlebih dahulu agar bank selanjutnya mau memproses kasus penipuan online. Pembeli sebagai korban menceritakan kronologis, lalu memberikan bukti, baik bukti transfer maupun screenshot bukti percakapan. Polisi akan mengeluarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan dan kemudian melanjutkan laporan ke tahap penyelidikan dan penyidikan.

2. Mendatangi bank dimana penjual membuka rekening

Setelah mendapatkan surat dari polisi, pembeli mendatangi bank dimana penjual membuka rekening dengan disertai beberapa dokumen seperti fotokopi KTP, screenshot bukti percakapan, bukti transfer, meterai. Apabila bank bersedia memproses, pembeli akan diberikan surat kronologis, dan surat permohonan pembekuan rekening yang harus ditandatangani di atas meterai. Apabila proses berjalan lancar, bank akan memblokir rekening penjual dan kemudian uang yang pembeli transfer akan dikembalikan ke pembeli jika uang tersebut tersebut masih ada di rekening. Kebanyakan, saat rekening diblokir, saldonya sudah kosong karena sudah dipindahkan ke rekening lain sehingga pembeli sebagai korban tidak bisa mendapatkan uangnya kembali.

3. Apabila pembeli ditolak, pembeli bisa mendatangi bank dimana pembeli membuka rekening

Tak jarang, bank rekening penjual tidak mau memberikan memproses dengan alasan menjaga rahasia nasabah. Apabila terjadi hal tersebut, pembeli bisa mendatangi bank dimana pembeli membuka rekening dan melakukan tahapan yang sama saat seperti mendatangi bank rekening penjual.

Sumber hukum:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
  • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Tags: cara melaporkan penipuan online, jual beli online, konsumen ditipu, online shop penipu, pasal penipuan online, pembeli ditipu jual beli online, penipuan online, perlindungan hukum penipuan online, perlindungan hukum penipuan online, penipuan online, korban penipuan online, jual beli online, pasal untuk menjerat pelaku penipuan online, perlindungan hukum penipuan jual beli online