Dapatkah kekuasaan Presiden menghentikan proses hukum?
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Presiden tidak hanya berfungsi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, tetapi juga memiliki sejumlah hak khusus yang dikenal sebagai hak prerogatif. Hak ini memungkinkan Presiden untuk mengambil keputusan dalam bidang hukum yang bersifat luar biasa, di luar proses peradilan biasa dalam bentuk grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
Hak prerogatif ini diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, dan menjadi perwujudan prinsip kemanusiaan serta politik kebangsaan. Namun dalam praktiknya, penggunaannya kerap memicu perdebatan publik, terutama ketika menyangkut kasus yang dianggap politis atau menyentuh tindak pidana berat seperti korupsi.
Baru-baru ini, penggunaan hak prerogatif kembali menjadi sorotan setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong, dua tokoh politik yang tengah menjalani proses hukum. Lantas, apa sebenarnya perbedaan dari bentuk-bentuk pengampunan Presiden ini?
Jenis-Jenis Hak Prerogatif Presiden di Bidang Yudisial
- Grasi
Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung dalam bentuk pengurangan, pengubahan, atau penghapusan hukuman terhadap seseorang yang telah divonis bersalah melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Ciri khas:
- Tidak menghapus status pidana, melainkan hanya mengurangi atau menghapus hukuman;
- bersifat individual tidak diberikan kepada kelompok.
- Amnesti
Amnesti adalah pengampunan yang diberikan Presiden dengan pertimbangan DPR RI yang diberikan terhadap kelompok atau perbuatan tertentu yang dianggap bermuatan politik atau menyangkut kepentingan umum, sehingga pidananya dihapuskan secara sepenuhnya.
Ciri khas:
- Menghapus tindak pidana dan hukumannya;
- Bisa berlaku secara kolektif tidak hanya individual;
- Umumnya terkait kasus politik, keamanan nasional, atau perkara kontroversial secara sosial.
- Abolisi
Abolisi adalah kewenangan Presiden dengan pertimbangan DPR RI untuk menghentikan proses hukum terhadap seseorang atau sekelompok, bahkan sebelum ada putusan pengadilan.
Ciri khas:
- Tidak menghapus perbuatannya tetapi menghentikan proses hukumnya;
- Umumnya digunakan pada tahap penyidikan, penyelidikan, atau persidangan
- Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah tindakan Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung untuk memulihkan nama baik, hak, dan status hukum seseorang yang telah dijatuhi hukuman atau dituduh melakukan tindak pidana namun kemudian terbukti tidak bersalah.
Ciri khas:
- Mengembalikan status hukum dan martabat seseorang;
- Umumnya dilakukan setelah seseorang tersebut terbukti tidak bersalah, atau ada keputusan membatalkan putusan sebelumnya.
Apakah jaksa boleh naik banding jika sudah ada amnesti atau abolisi?
Jawabannya Tidak. Setelah Presiden secara resmi memberikan amnesti atau abolisi (dengan prosedur sesuai konstitusi), maka seluruh proses hukum harus dihentikan. Artinya amnesti membuat pidana dianggap tidak pernah ada, dan abolisi menghentikan proses hukum sepenuhnya, bahkan jika belum ada putusan final.
Catatan Penting:
Jika proses amnesti atau abolisi belum selesai, misalnya masih dalam tahap pertimbangan DPR, jaksa masih bisa melanjutkan proses hukum. Namun setelah putusan Presiden resmi keluar, seluruh proses menjadi tidak relevan secara hukum.
Pro dan Kontra Hak Prerogatif dalam Praktik
Penggunaan hak prerogatif Presiden sering kali menimbulkan dilema. Di satu sisi, hak ini adalah alat konstitusional untuk menyelesaikan kebuntuan hukum dan menghindari konflik politik atau sosial. Di sisi lain, penggunaannya dalam kasus-kasus sensitif seperti korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan dapat dianggap mencederai prinsip supremasi hukum dan keadilan substantif
Kesimpulan
Hak prerogatif Presiden berupa grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi adalah kewenangan konstitusional yang sah dan memiliki peran strategis dalam sistem hukum Indonesia. Namun, ketika digunakan dalam perkara yang menyangkut kepentingan publik atau pejabat negara, penggunaannya harus disertai dengan pertimbangan etis, transparansi, dan akuntabilitas.
Kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong menjadi pengingat bahwa satu keputusan Presiden bisa menghentikan seluruh proses hukum. Pertanyaannya apakah keadilan negara cukup jika hanya bergantung pada keputusan seorang kepala negara? Dalam negara hukum, legalitas memang penting akan tetapi legitimasi jauh lebih menentukan. Dan letigimasi tidak datang dari kewenangan, melainkan dari kepercayaan.


Misael and Partners