Bisakah korban menggugat atau melapor ke polisi?
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak usia sekolah, sekaligus mengurangi angka stunting di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, program ini tidak lepas dari berbagai persoalan. Salah satu yang banyak disorot adalah kasus keracunan makanan yang dialami oleh sejumlah pelajar di berbagai daerah.
Lalu, apa hak hukum yang dimiliki oleh korban dan keluarganya? Apakah mereka dapat mengajukan gugatan atau laporan pidana? Berikut penjelasan hukumnya secara ringkas.
Secara umum, korban keracunan makanan dapat menempuh dua jalur hukum utama. Jika keracunan disebabkan oleh kelalaian serius atau bahkan unsur kesengajaan, pihak penyedia makanan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan:
- Pasal 360 KUHP: berdasarkan pasal tersbut, barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat atau mati, dapat dipidana penjara hingga 5 tahun.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 135-139: mengatur larangan memproduksi dan mengedarkan pangan yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu, dan gizi. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan pidana penjara dan/atau denda.
Pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana meliputi vendor atau penyedia katering makanan; pihak sekolah yang lalai dalam pengawasan; atau bahkan instansi pemerintah yang bertanggung jawab, jika ditemukan unsur kelalaian struktural.
Selain jalur pidana, korban juga dapat membawa kasusnya kedalam ranah perdata. Korban atau orang tua/wali juga memiliki hak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan, baik materiil (biaya pengobatan) maupun immateriil (rasa sakit, trauma, ketidaknyamanan, dan lain sebagainya), dengan dasar yaitu Pasal 1365 KUH Perdata (Perbuatan Melawan Hukum) dengan cara mengajukan gugatan perdata apabila benar mengalami kerugian. Gugatan in dapat ditujukan kepada pelaku individu maupun institusi, tergantung pada fakta-fakta yang ditemukan.
Apa saja hak hukum yang dimiliki korban?
Korban keracunan makanan, terutama anak-anak sebagai kelompok rentan, memiliki sejumlah hak hukum yang penting untuk diketahui, antara lain:
- Hak untuk mendapatkan pengobatan dan pemulihan,
- Hak untuk melapor ke pihak berwenang, baik polisi maupun lembaga pemerintah terkait seperti Dinas Kesehatan, Ombudsman, BPOM,
- Hak atas informasi yang transparan mengenai penyebab keracunan, serta
- Hak untuk menuntut ganti rugi secara hukum, baik melalui jalur pidana maupun perdata.
Langkah apa yang dapat ditempuh oleh korban dalam mendapatkan keadilan?
Dalam hal terjadi keracunan akibat makanan dari program pemerintah, bagi korban dan keluarga memiliki hak untuk mengambil langkah hukum. Langkah dasar yang dapat dilkukan adalah dengan mengumpulan bukti-bukti medis dan/atau dokumentasi terkait kejadian. Dari bukti-bukti yang sudah dikumpulkan tersebut tersebut disusun untuk kemudian dilaporkan ke aparat atau lembaga yang berwenang untuk menyelidiki kasus tersebut.
Program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) memang dirancang dengan niat baik untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak-anak. Namun, pelaksanaannya tetap harus memenuhi standar keamanan, mutu, dan akuntabilitas. Ketika terjadi insiden seperti keracunan makanan, hal tersebut bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan dapat menjadi pelanggaran hukum yang berdampak pada keselamatan publik. Dalam hal ini masyarakat tidak perlu ragu untuk mengambil langkah hukum. Hukum memberikan perlindungan yang dapat digunakan untuk menuntut keadilan dan mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Dengan melaporkan, menggugat, atau setidaknya berkonsultasi secara hukum, masyarakat ikut memastikan bahwa program-program pemerintah dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Selain menjadi bentuk perlindungan pribadi, tindakan tersebut juga memberikan efek jera dan mendorong perbaikan kebijakan di masa depan.


Misael and Partners