Bagaimana Ketentuan Hukum Mengenai Pembatalan Perjanjian?

Pembatalan perjanjian dapat dilakukan atas dasar tidak terpenuhinya 4 (empat) syarat sah pada suatu perjanjian (1320 KUH Perdata) berupa syarat subjektif berkaitan dengan pihak yang mengadakan perjanjian dan objektif berkaitan dengan objek perjanjian.

  1. Syarat subjektif berupa Kesepakatan para Pihak dan Kecakapan Para Pihak (ayat 1 dan 2)

Tidak terpenuhinya syarat subjektif pada suatu perjanjian dapat disebabkan adanya :

  1. Cacat kehendak (wilsgebreke)berupa kekhilafan, paksaan atau penipuan (Pasal 1321-1328 KUH Perdata);
  2. Ketidakcakapan pihak dalam melakukan perbuatan hukum (Pasal 1330-Pasal 1331 KUH Perdata); dan/atau
  3. Penyalahgunaan keadaaan (misbruik van omstandigheden) yang terdiri dari :
  • Adanya satu keadaan/situasi istimewa (bijzondere onstandigheden), berupa situasi darurat, adanya ketergantungan, kecerobohan, kondisi kejiwaan yang kurang baik dan tidak ada pengalaman;
  • Suatu hal yang nyata (kenbaarheid), suatu pihak seharusnya tahu pihak lawannya tergerak (hatinya) untuk melakukan suatu perjanjian;
  • Penyalahgunaan (misbruik), suatu pihak memenuhi perjanjian tersebut meskipun tahu bahwa seharusnya tidak diperkenankan melakukan hal tersebut; dan
  • Hubungan kausal (causal verband)

Penyalahgunaan keadaan merupakan ajaran yang telah dijadikan sebagai alasan baru pembatalan perjanjian di Negeri Belanda. Pasal 3:44 lid 1 Nieuw Burgelijk Wetboek (BW Baru) tidak diatur secara spesifik dalam KUH Perdata, namun eksis dalam dunia praktisi hukum berupa yurisprudensi sebagai penyebab adanya cacat kehendak yang berkaitan erat dengan syarat subjektif Pasal 1320 KUHPerdata.

  1. Syarat Objektif berupa Suatu Hal Tertentu dan Sebab yang Halal (ayat 3 dan 4)

Tidak terpenuhinya syarat objektif pada suatu perjanjian dapat disebabkan adanya :

  1. Objek perjanjian tidak ada atau tidak jelas; dan/atau
  2. Objek dan klausul yang mengatur bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. (Pasal 1335-1337 KUH Perdata)

Akibat hukum dari suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat sah perjanjian berupa syarat objektif adalah perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan tidak dipenuhinya syarat objektif adalah perjanjian batal demi hukum.

  1. Perjanjian Dapat Dibatalkan (vernietigbaar)

Salah satu pihak dapat meminta pembatalan kepada hakim agar perjanjian tersebut tidak lagi mengikat para pihak.

  1. Perjanjian Batal Demi Hukum (nietig)

Perjanjian batal dan dianggap tidak pernah ada sebelumnya.

Syarat pembatalan suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1265 KUH Perdata menjelaskan suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Bahwa berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, perbuatan wanprestasi merupakan syarat pembatalan suatu perjanjian. Akibat kerugian yang ditimbulkan atas perbuatan Wanprestasi salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan secara hukum berhak menuntut pembatalan perjanjian melalui pengadilan berupa putusan hakim.

Akibat hukum pembatalan suatu perjanjian sebagaimana diatur Pasal 1451 dan 1452 KUH Perdata mengakibatkan kedudukan hukum para pihak kembali pada posisi semula, sehingga segala perbuatan hukum yang telah dilakukan seperti menerima barang harus dikembalikan dengan maksud mengembalikan keadaan semula sebelum perjanjian terjadi, dan bagi pihak yang dirugikan dapat menuntut pemulihan maupun ganti rugi.

hukum perdata, perjanjian, perikatan, pembatalan perjanjian