Bagaimana hak penumpang pesawat saat terjadi keterlambatan penerbangan?
Kebutuhan angkutan udara semakin meningkat di era globalisasi ini sehingga mengakibatkan terjadi peningkatan aktifitas pergerakan pesawat pada bandar udara seperti penggunaan apron, landas pacu, landas hubung dan fasilitas bandar udara lainnya. Dengan terjadinya peningkatan ini, ketepatan waktu dalam penerbangan merupakan salah satu pelayanan dari bandar udara yang harus dijaga dengan baik sehingga konsumen tidak mengalami hal-hal seperti menunggu keterlambatan jam terbang terlalu lama.
Keterlambatan pada angkatan udara dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”) yaitu:
“Terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan.”
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 Tahun 2015 Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia (“Permenhub 89/2015”), jenis-jenis keterlambatan penerbangan pada badan usaha angkutan udara niaga berjadwal terdiri dari:
- Keterlambatan penerbangan (flight delayed);
- Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger); dan
- Pembatalan penerbangan (cancelation of flight).
Keterlambatan penerbangan tersebut dikelompokkan menjadi 6 (enam) kategori keterlambatan menurut Pasal 3 Permenhub 89/2015, yaitu:
- Kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit;
- Kategori 2, keterlambatan 61 menit s/d 120 menit;
- Kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit;
- Kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit;
- Kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit; dan
- Kategori 6, pembatalan penerbangan.
Dalam hal terjadi keterlambatan penerbangan (flight delayed) Badan Usaha Angkutan Udara wajib memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada penumpangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Permenhub 89/2015, berupa:
- Keterlambatan kategori 1, kompensasi berupa minuman ringan;
- Keterlambatan kategori 2, kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box);
- Keterlambatan kategori 3, kompensasi berupa minuman dan makanan berat (heavy meal);
- Keterlambatan kategori 4, kompensasi berupa minuman, makanan ringan (snack box), dan makanan berat (heavy meal);
- Keterlambatan kategori 5, kompensasi berupa ganti rugi sebesar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah);
- Keterlambatan kategori 6, badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket); dan
- Keterlambatan pada kategori 2 sampai dengan 5, penumpang dapat dialihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket).
Menurut ketentuan Pasal 12 Permenhub 89/2015, ganti rugi pada keterlambatan kategori 5 sebesar Rp 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) wajib diasuransikan kepada perusahaan asuransi sesuai ketentuan yang berlaku. Perusahaan asuransi wajib membuat mekanisme pembayaran ganti rugi dengan persyaratan mudah dan sederhana. Pemberian ganti rugi dapat diberikan dalam bentuk uang tunai atau voucher yang dapat diuangkan atau melalui transfer rekening, selambat-lambatnya 3 x 24 jam sejak keterlambatan dan pembatalan penerbangan terjadi.
Namun meskipun Badan Usaha Angkutan Udara wajib memberikan kompensasi atas keterlambatan penerbangan angkutan udara, akan tetapi Badan Usaha Angkutan Udara dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan karena faktor teknis operasional (faktor yang disebabkan oleh kondisi bandar udara pada saat keberangkatan atau kedatangan), faktor cuaca, dan faktor lain-lain yang disebabkan di luar faktor manajemen airlines, teknis operasional dan cuaca, antara lain kerusuhan dan/atau demonstrasi di wilayah bandar udara.
Sumber:
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 Tahun 2015 Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia