Calo Tiket, Dapatkah Dipidana?

Adakah pasal-pasal pidana yang dapat menjerat calo tiket?

Calo atau makelar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah. Calo yang menawarkan tiket sering dijumpai di stasiun kereta api, di depan venue konser, dan di sekitar lokasi acara olahraga. Calo tiket ini akan membeli tiket yang disediakan oleh pihak penyedia (biasanya dalam jumlah banyak) dan kemudian menjualnya lagi ke konsumen dengan harga yang lebih mahal.

Ada yang senang dengan keberadaan calo karena calo menyediakan tiket yang sudah sold out ataupun yang benar-benar dibutuhkan pada waktu tertentu. Namun, tak sedikit orang yang kesal dan marah dengan perbuatan calo ‘nakal’ yang kemudian menipu para pembeli tiket dengan memberikan tiket palsu. Dengan adanya modus penipuan dari calo tersebut, timbul pertanyaan apakah profesi calo ini diperbolehkan atau tidak menurut hukum.

Pada dasarnya, seseorang yang ingin membeli tiket, baik itu tiket kereta api maupun tiket konser memerlukan kartu identitas sebagai tanda pengenal. Kartu identitas yang umum digunakan ialah KTP atau SIM. Selama tiket dibeli oleh seseorang dengan menggunakan kartu identitas yang asli dan tiket tersebut adalah asli, orang tersebut tidak dapat dipidana meski profesinya adalah calo. Dengan demikian, calo yang membeli tiket asli dengan menggunakan KTP asli tidak dapat dipidana.

Bagaimana dengan calo yang menjual tiket palsu? Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur bahwa:

“Diancam dengan pidana yang sama (penjara paling lama enam tahun), barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-seolah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.”

Tiket palsu yang dijual oleh calo dapat menimbulkan kerugian bagi para pembelinya, baik materiil maupun imateriil.

Perkara mengenai tiket palsu ini pernah terjadi di tahun 2003, yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara potong masa tahanan kepada seorang calo tiket kereta api yang tertangkap di Stasiun Gambir. Calo tersebut menjual tiket palsu kepada seorang penumpang kereta api sehingga terjadi double tiket untuk kursi yang sama.

Aturan mengenai penjualan tiket kereta api oleh calo, baik itu tiket asli ataupun palsu sudah tidak lagi menggunakan Pasal 263 KUHP karena pada tahun 2007, sudah dibuat UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (UU Perkeretaapian). Oleh karena itu, pasal yang dapat dikenakan ialah Pasal 184 jo. 208 UU Perkeretaapian, yaitu:

“Setiap orang dilarang menjual karcis kereta api di luar tempat yang telah ditentukan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.”

“Setiap orang yang menjual karcis kereta api di luar tempat yang telah ditentukan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan”.

Mengenai calo yang menggunakan kartu identitas palsu untuk membeli tiket, Pasal 264 KUHP mengatur bahwa:

“(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

  1. akta-akta otentik;

…”

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.”

Karena kartu identitas seperti KTP ataupun SIM merupakan suatu akta otentik (akta yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang), maka bagi calo yang memalsukan kartu identitas demi mendapatkan tiket dalam jumlah banyak, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

  1. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan, agar seseorang pemalsu dapat dihukum, surat yang dipalsukan itu harus memenuhi syarat:
  2. Dapat menerbitkan suatu hak, misalnya ijazah, karcis, surat andil;
  3. Dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya surat jual beli, surat utang piutang;
  4. Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang, misalnya kuitansi;
  5. Suatu surat yang bisa dipergunakan sebagai keterangan atas suatu perbuatan atau peristiwa, misalnya akta kelahiran.

Sumber hukum:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
  • Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
  • Soesilo, tanpa tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.
Tags: Asian Games 2018, Calo Tiket, Makelar, Olimpiade, jerat hukum calo tiket, calo tiket dipidana, bolehkah calo tiket beroperasi, legalkah calo tiket, tiket palsu, tiket konser, tiket nonton bola, tiket lomba olahraga