Apa Akibat Hukum Perusahaan Yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Secara Ilegal?
Perusahaan yang berbadan hukum di Indonesia tidak hanya mempekerjakan warga negara Indonesia saja sebagai pekerjanya, melainkan juga warga negara asing. Warga negara asing yang bekerja di Indonesia disebut juga sebagai tenaga kerja asing (TKA). Menurut Pasal 1 Angka 13 Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13 tahun 2003) jo. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PP 34/2021) jo. Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Permenaker 8/2021), Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat TKA adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Sedangkan perusahaan yang mempekerjakan TKA adalah pemberi kerja TKA.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP 34/2021 jo. Pasal 1 angka 2 Permenaker 8/2021, Pemberi Kerja TKA adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia atau badan lainnya yang mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PP 34/2021 jo. Permenaker 8/2021 menjelaskan, bahwa :
(1) Pemberi Kerja TKA meliputi:
a. instansi pemerintah, perwakilan negara asing, dan badan internasional;
b. kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, dan kantor berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia;
c. perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia;
d. badan hukum dalam bentuk perseroan terbatas atau yayasan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia atau badan usaha asing yang terdaftar di instansi yang berwenang;
e. lembaga sosial, keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan;
f. usaha jasa impresariat; dan
g. badan usaha sepanjang diperbolehkan undang-undang untuk menggunakan TKA.
bahwa dalam mempekerjakan TKA, pemberi kerja umumnya perusahaan harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti mengenai Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Berdasarkan Pasal 1 angka 4 PP 34/2021 jo. Permenaker 8/2021 menjelaskan, bahwa Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu. RPTKA sendiri merupakan kewajiban utama pemberi kerja TKA yang harus dipenuhi degan mengajukan pengesahan RPTKA secara daring kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (dengan jumlah TKA 50 orang atau lebih) atau Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (jumlah TKA kurang dari 50 orang) melalui TKA Online (vide Pasal 6 ayat (1) PP 34/2021 jo. Permenaker 8/2021). Tidak hanya RPTKA, perusahaan sebagai pemberi kerja juga wajib menunjuk tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA, memulangkan TKA ke negara asalnya setelah perjanjian kerjanya berakhir, memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia kepada TKA, mendaftarkan TKA dalam program jaminan sosial atau asuransi, dan lainnya (vide Pasal 45 ayat (1) bagian kedua ketenagakerjaan UU 6/2023 dan Pasal 7-8 PP 34/2021).
Ketentuan yang diatur dalam PP 34/2021 jo. Permenaker 8/2021 haruslah dipenuhi oleh perusahaan sebagai pemberi kerja untuk mempekerjakan TKA di perusahaannya. Apabila pemberi kerja tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka hal tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum atau ilegal. Atas tindakan mempekerjakan TKA secara ilegal, pemberi kerja dapat dikenakan sanksi administratif oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau kepala dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi surat pemberitahuan pengenaan sanksi administratif (vide Pasal 47 ayat (4) Permenaker 8/2021). Sanksi administratif yang diberikan kepada pemberi kerja TKA berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Permenaker 8/2021 Pasal 36 ayat (1) PP 34/2021 atas pelanggaran berupa :
(1) Pelanggaran norma penggunaan TKA yang dikenakan sanksi administratif pada Pemberi Kerja TKA meliputi:
a. tidak memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk;
b. tidak memiliki Pengesahan RPTKA untuk TKA yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA lain
c. tidak memiliki Pengesahan RPTKA bagi Pemberi Kerja TKA yang akan mempekerjakan TKA pada jenis kegiatan perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi dan vokasi melebihi jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan;
d. tidak memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia kepada TKA;
e. tidak mendaftarkan TKA dalam program jaminan sosial nasional bagi TKA yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan atau program asuransi pada perusahaan asuransi bagi TKA yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan;
f. tidak melaporkan setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri melalui Direktur Jenderal untuk pelaksanaan penggunaan TKA, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kerja bagi Tenaga Kerja Pendamping TKA, dan pelaksanaan alih teknologi dan alih keahlian dari TKA kepada Tenaga Kerja Pendamping TKA;
g. tidak melaporkan pelaksanaan penggunaan TKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara setelah berakhirnya perjanjian kerja kepada Menteri melalui Direktur Jenderal;
h. tidak melaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal untuk perjanjian kerja TKA yang telah berakhir atau diakhiri sebelum jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
i. mempekerjakan TKA tidak sesuai dengan Pengesahan RPTKA;
j. mempekerjakan TKA rangkap jabatan dalam perusahaan yang sama;
k. mempekerjakan TKA pada jabatan yang mengurusi personalia; dan/atau
l. tidak membayar DKPTKA atas setiap TKA yang dipekerjakan sanksi administratif atas pelanggaran yang dilakukan perusahaan sebagai pemberi TKA
berdasarkan Pasal 49 ayat (2) Permenaker 8/2021 jo. Pasal 36 ayat (2) PP 34/2021 berupa :
a. denda; (poin a hingga c)
b. penghentian sementara proses permohonan Pengesahan RPTKA; (poin d hingga h) dan/atau
c. pencabutan Pengesahan RPTKA (poin i hingga l)