Bagaimana Tinjauan Hukum Pengurangan Gaji Karyawan Yang Sedang Sakit?
Berdasarkan Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menjelaskan, bahwa gaji atau upah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Secara hukum karyawan yang tidak melakukan pekerjaan tidak berhak mendapatkan upah atau gaji (vide Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan), namun berdasarkan Pasal 93 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan, hal tersebut dikecualikan apabila karyawan yang bersangkutan sedang sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaan sama sekali. Sakit yang dimaksud dalam UU Ketenagakerjaan sebagaimana termaktub pada penjelasan Pasal 93 ayat (2) huruf a adalah sakit menurut keterangan dokter. Kondisi sakit yang menyebabkan karyawan tidak bisa bekerja sama sekali tersebut haruslah dibuktikan secara medis dan umumnya melalui surat keterangan sakit dari dokter atau surat sejenis lainnya.
Hukum di Indonesia memberikan pengusaha atau perusahaan berupa hak untuk mengurangi gaji atau upah karyawan yang sedang sakit dan tidak bisa melakukan pekerjaannya. Pengusaha atau perusahaan tidak diperbolehkan mengurangi gaji karyawan seenaknya atau semena-mena, melainkan harus disesuaikan dengan lamanya karyawan tersebut sakit. Pasal 93 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, yang menjelaskan :
(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :
a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
UU Ketenagakerjaan menghendaki pengurangan gaji karyawan yang sedang sakit harus dilakukan secara bertahap berdasarkan persentase pengurangan setiap 4 bulannya sebesar 25%. Apabila pengurangan gaji karyawan yang sakit tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 93 ayat (3) UU Ketenagakerjaan atau tidak membayar gaji atau upah sama sekali, maka akibat hukumnya adalah pengusaha atau perusahaan dapat dikenakan tindak pidana pelanggaran berdasarkan Pasal 186 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja Bagian Kedua mengenai Ketenagakerjaan, menjelaskan :
- Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau ayat (3), atau Pasal 93 ayat (2), dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
- Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.