APAKAH PERJANJIAN TERTULIS YANG DIBUAT TANPA METERAI MENJADI TIDAK SAH?

APAKAH PERJANJIAN TERTULIS YANG DIBUAT TANPA METERAI MENJADI TIDAK SAH?

Dewasa ini, masih banyak orang yang memiliki pandangan bahwa perjanjian yang dibuat tanpa dibubuhi Meterai menjadi tidak sah di hadapan hukum. Apakah pandangan tersebut benar? simak penjelasan berikut.

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai, Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen. Meterai memiliki fungsi sebagai pengenaan pajak atas dokumen tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai yang mengatur bahwa Bea Meterai adalah pajak atas Dokumen. Pajak atas suatu dokumen ini termasuk sebagai objek pemasukan bagi kas negara.

Lebih lanjut, diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai bahwa  Bea Meterai dikenakan atas:

  1. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
  2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Dokumen perdata yang dimaksud dalam huruf a di atas meliputi (diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai bahwa  Bea Meterai) :

  • surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
  • akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
  • akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
  • surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
  • Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang: 1. menyebutkan penerimaan uang; atau 2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; dan
  • Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Maka dari itu Meterai bukanlah penentu terhadap suatu perjanjian menjadi sah atau tidak. Tidak adanya Meterai membawa akibat hukum bahwa dokumen tersebut tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti namun perbuatan hukum yang dilakukan tetaplah sah. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi:

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

  1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. suatu pokok persoalan tertentu;
  4. suatu sebab yang tidak terlarang.”

Perjanjian yang dibuat tetaplah sah jika memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata. Dokumen yang tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti karena tidak dibubuhi Meterai dapat dilakukan Pemeteraian kemudian sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai.

Sumber:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai

Perjanjian, Hukum Perdata