Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Pekerja Yang Sakit
Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (untuk selanjutnya disebut “PP 35/2021”) menjelaskan, bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran Hubungan Kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha. Dalam kondisi tertentu, pekerja dapat mengidap penyakit yang menyebabkan sakit berkepanjangan dan tidak mampu untuk bekerja kembali, serta memerlukan waktu yang lama dalam proses pemulihannya, sehingga membuat pekerja mengambil keputusan untuk cuti medis dari pekerjaannya. Menurut Pasal 153 ayat 1 huruf j Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (untuk selanjutnya disebut “Perppu 2/2022”) menjelaskan, bahwa :
(1) Pengusaha dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Pekerja/Buruh dengan alasan:
j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Dari Pasal tersebut diketahui bahwa Pengusaha tidak diperbolehkan melakukan PHK terhadap Pekerja yang sedang sakit menurut keterangan dokter tanpa diketahui jangka waktu kesembuhannya, akan tetapi menurut Pasal 154A ayat (1) huruf m PP 2/2022 jo. Pasal 36 huruf m PP 35/2021 menjelaskan, bahwa :
(1) Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:
m. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan Pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
Pengusaha tidak dapat semerta-merta melakukan PHK atas karyawan yang sedang sakit, tetapi dimungkinkan untuk dapat melakukan PHK terhadap Pekerja dengan persyaratan atau dalam hal yang bersangkutan dalam kondisi sakit berkepanjangan dan tidak dapat bekerja setelah 12 (dua belas) bulan terhitung saat pertama kali pekerja tidak masuk bekerja. Undang-Undang tidak mengatur mengenai persyaratan atau kondisi tertentu lainnya terkait Pengusaha dalam melakukan PHK terhadap Pekerja yang telah cuti medis (sakit berkepanjangan) setelah 12 (dua belas) bulan, sehingga dengan alasan tersebut Pengusaha dapat secara hukum melakukan PHK terhadap Pekerja. Tentunya sakit berkepanjangan tersebut haruslah didukung oleh keterangan medis yang dapat dipertanggungjawabkan agar benar adanya, bahwa dikarenakan sakit tersebut Pekerja tidak dapat atau tidak mampu melakukan pekerjaannya sampai dengan lebih dari 12 (dua belas) bulan. PHK sendiri tidak hanya dilakukan oleh Pengusaha saja, akan tetapi menurut ketentuan Pasal 55 ayat (2) PP 35/2021 menjelaskan, bahwa :
(2) Pekerja/Buruh dapat mengajukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Pengusaha karena alasan Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan Pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan maka Pekerja/Buruh berhak atas:
Pekerja yang bersangkutan dapat mengajukan PHK atas kesadaran dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan Pekerja yang mengambil cuti sakit telah melebihi batas toleransi menurut undangundang, sehingga baik Pekerja maupun pengusaha mempunyai hak yang sama untuk meminta dilakukannya PHK. Selain persyaratan PHK, hukum juga mengatur hak yang diperoleh Pekerja atas dilakukannya PHK dengan alasan Pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan dan tidak dapat melakukan pekerjaan setelah 12 (dua belas) bulan, hak tersebut diatur dalam Pasal 55 ayat (1) PP 35/2021 yang menjelaskan, bahwa :
(1) Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan maka Pekerja/Buruh berhak atas:
a. uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);
b. uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
c. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).
Tidak terlepas juga dengan PHK yang diajukan oleh Pekerja sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (2) PP 35/2021. Pekerja tersebut juga memperoleh hak yang sama seperti yang diatur pada Pasal 55 ayat (1) PP 35/2021 (vide Pasal 55 ayat (2) PP 35/2021).