Apa Perbedaan Pengakuan dan Pengesahan anak?
Dalam sistem hukum keluarga di Indonesia, istilah pengakuan anak dan pengesahan anak memiliki makna yang berbeda namun sering kali disalah artikan atau digunakan secara bergantian. Padahal, memahami perbedaan antara keduanya sangat penting, terutama bagi mereka yang tengah menghadapi situasi hukum terkait status anak luar kawin. Sebelum membahas perbedaan pengakuan dan pengesahan anak, mari kita pahami terlebih dahulu mengenai anak luar kawin (anak yang dianggap tidak sah menurut Undang-Undang Perkawinan).
Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dinyatakan bahwa:
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.”
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan, dinyatakan bahwa:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak yang tidak sah adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah, baik secara agama maupun secara hukum.
Dampak Anak yang Lahir di Luar Perkawinan yang Sah
Menurut Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan, disebutkan:
(1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan pasal tersebut, anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. Hal ini menyebabkan anak tersebut dianggap tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, termasuk dalam hal warisan.
Pada tahun 2010, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan no. 46/puu-viii/2010 yang mengubah Pasal 43 yang menyatakan bahwa
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”
Hal tersebut membuka peluang bagi anak luar kawin untuk memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya, sehingga dengan adanya putusan tersebut, orang tua dapat melakukan pengesahan atau pengakuan anak. Tujuan dari pengesahan atau pengakuan ini adalah agar anak tersebut memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya.
Pengakuan dan Pengesahan Anak Menurut Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018
- Pasal 51 ayat (1) Pencatatan pengakuan anak penduduk di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah menurut hukum agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.
- Pasal 52 ayat (1) Pencatatan pengesahan anak penduduk di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilahirkan sebelum orang tuanya melaksanakan perkawinan yang sah menurut hukum agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.
Berdasarkan Pasal tersebut dapat kita simpulkan bahwa:
- Pengakuan anak adalah proses pengakuan resmi yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, dengan persetujuan dari ibu kandung anak tersebut.
- Pengesahan anak adalah proses legalisasi status seorang anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, yang dilakukan setelah kedua orang tua anak tersebut mencatatkan perkawinan mereka secara resmi.
Perbedaan Status Hukum
Selain perbedaan pengertian, pengakuan dan pengesahan anak juga memiliki perbedaan dalam status hukum anak:
- Anak yang diakui tetap memiliki status sebagai anak tidak sah.
- Anak yang disahkan memiliki status hukum yang sama dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah.
Sehingga agar anak dapat memperoleh hubungan keperdataan dengan ayahnya, terdapat dua mekanisme hukum untuk anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, yaitu pengakuan dan pengesahan anak. Pengakuan dilakukan oleh ayah dengan persetujuan ibu kandung, namun anak tetap berstatus tidak sah. Sementara itu, pengesahan dilakukan setelah orang tua mencatatkan perkawinan mereka, sehingga anak memperoleh status hukum yang sama dengan anak sah. Kedua mekanisme ini memberikan kepastian hukum bagi anak dan orang tua.