Bagaimana keyakinan hakim terhadap alat bukti yang digunakan dalam memutuskan perkara?
Hukum adalah suatu perangkat yang penting dalam mengatur kehidupan masyarakat, hukum berfungsi memisahkan tindakan apa yang dilarang dan tindakan yang tidak dilarang. Menegakkan keadilan tentunya diperlukan keyakinan hakim dalam setiap perkara, keyakinan hakim merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses penilaian dan penentuan fakta oleh hakim dalam perkara pidana. Dengan begitu Hakim merupakan jabatan yang mulia di negara hukum, kedudukan hakim adalah kedudukan penentu keberhasilan penegakan hukum yang mana menjadi tujuan utama kehidupan masyarakat di negara hukum. Keyakinan hakim itu sendiri dapat timbul dari berbagai sumber, yaitu:
a. alat bukti
b. keterangan saksi
c. keterangan ahli, atau
d. bukti- bukti lain yang relevan dan sah.
Menurut Sudikno Mertokusumo, hakim itu bebas dalam atau untuk mengadili sesuai dengan hati nuraninya/ keyakinannya tanpa dipengaruhi oleh siapapun. Hakim bebas memeriksa, membuktikan dan memutuskan perkara berdasarkan hati nuraninya. Pembuktian menurut KUHAP sudah jelas dijelaskan dalam pasal 183, sistem pembuktian yang dianut adalah sistem pembuktian negatif (negatief wettelijke) dimana dalam isinya berbunyi:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”
Alat bukti dan pembuktian ini menjadi sangat penting karena dengan adanya pembuktian, maka akan memberikan gambaran yang akan berkaitan dengan kebenaran atas suatu peristiwa, dengan begitu peristiwa tersebut dapat diperoleh kebenarannya dan dapat diterima oleh akal. Sehingga dalam proses pembuktian, hakim harus memperoleh kebenaran melalui pembuktian yang menghantarkan hakim semakin dekat kepada kebenaran, dengan demikian hakim dapat menegakkan kebenaran dan keadilan melalui keyakinannya. Sehingga dalam memutuskan suatu perkara tentunya hakim memiliki sebuah pertanggungjawaban baik dari aspek yuridis dan aspek etis yang mana aspek ini berkaitan dengan kewajiban hakim untuk menjaga integritas, profesionalisme, dan independensi dalam menjalankan tugasnya. Hakim harus mampu menunjukkan sikap jujur, adil, bijaksana, dan berwibawa dalam mengadili perkara pidana.