Apa Ketentuan Hukum Joint venture ?

Joint venture atau dalam istilah hukum dikenal sebagai usaha patungan, adalah bentuk kerja sama bisnis antara dua pihak atau lebih, yang dapat berupa orang atau badan hukum, untuk menjalankan kegiatan usaha secara bersama-sama dengan prinsip kesetaraan kontribusi, pembagian risiko, dan keuntungan. Kerja sama ini diwujudkan dalam bentuk kepemilikan bersama atas suatu entitas bisnis, baik dengan mendirikan perusahaan baru (special purpose vehicle) maupun melalui penyertaan pada perusahaan yang telah ada, dengan tujuan menjalankan usaha tertentu sesuai kesepakatan para pihak. Black’s Law Dictionary menjelaskan bahwa Joint venture adalah suatu badan hukum (legal entity) yang berwujud suatu perserikatan (in the nature of a partnership) yang diperjanjikan dalam usaha bersama sebagai suatu transaksi khusus dalam mencari kemanfaatan bersama. Suatu kumpulan dari beberapa orang yang secara bersama-sama menjalankan usaha komersial.

Perlu diketahui bahwa pengaturan mengenai Joint venture sebenarnya tidak diatur secara eksplisit dan spesifik, namun terdapat beberapa pengaturan yang berkaitan, yakni :

Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang menyatakan :

“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”

Pasal 77 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang menyatakan :

“Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal, baik yang melakukan perluasan usaha atau melakukan penanaman modal baru.”

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, yang menyatakan :

Penanaman Modal Asing dapat dilakukan dalam dua bentuk, yakni

(1) patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia; dan

(2) langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing.

Skema Joint venture erat kaitannya dengan penanaman modal asing dikarenakan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, disebutkan bahwa PMA adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di Indonesia oleh penanam modal asing, baik secara penuh maupun berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Frasa "berpatungan" inilah yang secara implisit merujuk pada praktik Joint venture, sehingga meskipun istilah Joint venture tidak disebut secara eksplisit dalam UU, bentuk kerjasamanya diakomodasi dalam bentuk PMA yang berpatungan. Alasan dan manfaat dibentuknya Joint venture adalah :

1. Sebagai bentuk kerja sama lintas negara yang diakui dalam praktik hukum positif Indonesia

a. Meskipun Joint venture tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang undangan, namun bentuk ini sah sebagai perjanjian innominaat selama memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata.

b. Ini menunjukkan adanya pengakuan hukum terhadap fleksibilitas kontrak bisnis internasional yang berkembang, termasuk Joint venture sebagai instrumen yang sah.

2. Memberikan kepastian hukum bagi investor asing dan domestik

a. Dengan dituangkannya kerja sama ke dalam bentuk perjanjian tertulis, seperti Joint venture Agreement (JVA), para pihak memperoleh perlindungan hukum dan kerangka kerja yang jelas dalam mengatur hak dan kewajiban.

b. Perjanjian ini menjadi dasar yang kuat dalam penyelesaian sengketa bila terjadi konflik antar pihak.

3. Menyesuaikan dengan kebijakan hukum nasional di bidang penanaman modal

a. Joint venture menjadi cara untuk memenuhi ketentuan hukum Indonesia, seperti UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mensyaratkan pembentukan badan hukum berbentuk PT.

b. Ini penting terutama dalam sektor-sektor yang tidak sepenuhnya terbuka untuk kepemilikan asing, sesuai pengaturan Daftar Positif Investasi (DPI) (vide Perpres No. 49 Tahun 2021).

4. Mengakomodasi kepentingan nasional dan perlindungan terhadap pelaku usaha dalam negeri

a. Joint venture mendorong keterlibatan langsung mitra lokal dalam kegiatan usaha dengan investor asing, sehingga tidak hanya menjadi objek pasif investasi, tetapi juga bagian dari pengelolaan dan pengambilan keputusan.

b. Hal ini mendukung prinsip kedaulatan ekonomi dan keberpihakan pada pelaku usaha nasional, seperti UMKM.

5. Membuka akses terhadap sumber daya modal, teknologi, dan jaringan internasional

a. Joint venture memungkinkan terjadinya penggabungan kekuatan, baik berupa pembiayaan, infrastruktur, maupun teknologi dan manajemen.

b. Perusahaan lokal yang sebelumnya memiliki keterbatasan dapat berkembang secara signifikan melalui kemitraan ini.

Dalam mendirikan bisnis joint venture, terdapat 4 (empat) dokumen penting yang harus diperhatikan, yakni :

1. Joint Venture Agreement (JVA) – Perjanjian Usaha Patungan

Berfungsi mengatur hubungan kerja sama antara para pihak (biasanya dua entitas) dalam mendirikan dan menjalankan perusahaan patungan dengan maksud menetapkan struktur usaha, kontribusi masing-masing pihak (modal, aset, tenaga kerja), pembagian keuntungan-rugi, serta arah strategis bisnis agar menjadi fondasi hukum dari kolaborasi; tanpa JVA, hubungan joint venture rentan sengketa dan tidak jelas pembagian tanggung jawab.

2. Shareholders Agreement (SHA) – Perjanjian Pemegang Saham

Berfungsi mengatur hak dan kewajiban antar pemegang saham dalam perusahaan joint venture dengan maksud menjaga keseimbangan kekuasaan dan perlindungan hak minoritas, termasuk voting rights, pengangkatan direksi, dividen, transfer saham (ROFR, drag-along, tag-along) agar mencegah dominasi salah satu pihak, menjaga stabilitas internal, dan menjadi pelengkap anggaran dasar (yang bersifat terbuka).

3. Share Purchase Agreement (SPA) – Perjanjian Jual Beli Saham

Berfungsi mengatur proses dan syarat jual-beli saham antar pihak, termasuk harga, jadwal pembayaran, dan representasi-jaminan (representations & warranties) dengan maksud menjamin legalitas dan kepastian transaksi jual beli saham di dalam joint venture dikarenakan jual beli saham berpotensi disengketakan terutama terkait valuasi dan risiko tersembunyi (due diligence).

4. Share Subscription Agreement (SSA) – Perjanjian Pengambilan Saham

Berfungsi mengatur ketentuan ketika pihak menyetorkan modal dengan cara mengambil saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan joint venture dengan maksud memberikan mekanisme hukum bagi penyertaan modal baru melalui penerbitan saham dikarenakan SSA dibutuhkan saat JV melakukan ekspansi atau penambahan modal tanpa harus mengalihkan saham lama.

KUH Perdata, Joint Venture, Hukum Perusahaan, Corporate action, Aksi Korporasi