Apakah orang tua berhak membuat laporan terhadap tindakan asusila yang dilakukan anaknya bersama pasangannya?

Maraknya cara berpacaran yang dilakukan oleh anak-anak di jaman saat ini memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Perbuatan asusila yang kerap ditemui dikalangan remaja saat ini bukanlah hal yang aisng bagi masyarakat umum. Tentunya persetubuhan yang terjadi dilandaskan dari berbagai hal yang memicu terjadinya perbuatan seksual yang dilakukan. dimulai dari paksaan, kemauan satu sama lainnya, dijanjikan hal lain tentunya membuat daya tarik bagi salah satu pasangan untuk melakukan hal tidak seonoh. Persetubuhan yang terjadi tentunya menimbulkan kerugian terutama bagi pihak perempuan tentunya kita ketahui dampak yang akan membuat anak perempuan tersebut hamil diluar nikah.

Sehingga hal tersebut, tentunya dapat merusak moral. Persetubuhan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur telah ditetapkan dalam Pasal 81 UU RI No. 35 tahun 2014 perubahan atas UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan terhadap anak. Lantas, bagaimana meminta bentuk pertanggung jawaban yang diinginkan oleh orang tua korban atas tindakan tersebut? orang tua dari anak dibawah umur ini, tentunya memiliki hak untuk melaporkan hal terkait kepada pihak kepolisian. perbuatan asusila merupakan hal yang tidak pantas dilakukan pada usia dibawah umur yang tentunya juga tidak terikat pernikahan.

Apabila atas perbuatan ini sang perempuan hamil dan melakukan aborsi sebagaimana perintah / paksaan dari pihak laki-laki, tentunya orang tua dari pihak perempuan berhak melaporkan hal ini kepada pihak yang berwajib. Aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan abortus provocatus yang ditulis dalam bahasa latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain, perbutan ini tentunya tidak sesuai dengan anjuran tenaga medis tentunya melanggar peraturan yang berlaku di Indonesia.

Sebagaimana Pasal 60 UU Kesehatan sebagai berikut:

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.

(2) Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan:

Sehingga sanksi yang dapat dikenakan kepada pihak laki-laki yaitu yang telah diatur dalam Pasal 348 ayat (1) KUHP atau Pasal 464 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2023

Pasal 348 ayat (1) KUHP :

“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan ijin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan”

Pasal 464 ayat (1) UU 1/2023 :

• Jika perbuatan aborsi mengakibatkan kematian perempuan, maka pelaku dipidana penjara paling lama 8 tahun jika perbuatan tersebut sesuai dengan huruf a, dan paling lama 15 tahun jika sesuai dengan huruf b.

• Perempuan yang melakukan aborsi dipidana penjara paling lama 4 tahun

Sanksi pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur mengenai tindak pidana persetubuhan yang korbannya adalah anak di bawah umur jika dibandingkan dengan undang-undang Perlindungan Anak, sanksi pidana yang dapat diterapkan terhadap pelaku persetubuhan anak yang masih dibawah umur sesuai dengan UU RI Nomor 35 tahun 2014 Jo. UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan terhadap Anak terdiri dari:

1. Pidana penjara dengan ancaman pidana penjara paling sedikit 3 tahun sampai 5 tahun dan paling lama 10 tahun sampai 15 tahun.

2. Pidana denda paling banyak dalam Undang-undang Perlindungan Anak mencapai Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sampai Rp. 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah )

Maka, tentunya sudah seharusnya bentuk perlindungan ini dilakukan oleh orang tua terhadap sang anak dari segala bentuk perbuatan maupun tindakan yang tidak sesuai dengan norma yang ada.

KUHP, KUHAP, UU RI Nomor 35 tahun 2014 Jo. UU 23 tahun 2002, UU Kesehatan