Fenomena mogok kerja sering kali terjadi akibat perusahaan atau pengusaha yang tidak mengindahkan hak-hak pekerja atau tidak memberikan keadilan sosial maupun hukum bagi para pekerja. Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Kep.232/Men/2003 Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah (KEP.232/MEN/2003) jo. Pasal 1 Angka 23 UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menjelaskan, bahwa Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Pada dasarnya mogok kerja merupakan hak dan diperkenankan untuk dilakukan oleh pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat secara sah, tertib dan damai sesuai dengan hukum yang berlaku (vide Pasal 2 Kep.232/Men/2003).
Adapun persyaratan pelaksanaan mogok kerja secara sah, tertib dan damai menurut Pasal 139 dan 140, adalah :
Pasal 139
“Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatan-nya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.”
Pasal 140
- Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
- Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
- waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
- tempat mogok kerja;
- alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
- tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
- Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
- Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara :
- melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
- bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Sedangkan pelaksanaan mogok kerja secara yang terkualifikasi tidak sah, tidak tertib, dan tidak damai adalah
KEP.232/MEN/2003
Pasal 3
Mogok kerja tidak sah apabila dilakukan :
- bukan akibat gagalnya perundingan; dan/atau
- tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan/atau
- dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau
- isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 5
Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak sah.
UU Ketenagakerjaan
Pasal 142
- Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
sehingga pekerja dalam melakukan mogok kerja haruslah benar-benar memastikan agar sesuai dengan tata cara yang diatur dalam KEP.232/MEN/2003 dan UU Ketenagakerjaan, dikarenakan terdapat beberapa akibat hukum dari pelaksanaan mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah. Akibat hukum tersebut dapat berupa :
- Bahwa pekerja dapat dikualifikasikan melakukan mangkir kerja berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat 1 (1) karena melanggar ketentuan Pasal 3 dan 5 232/MEN/2003.
- Bahwa sebagaimana Pasal 6 ayat (1) 232/MEN/2003, pekerja yang mangkir dan telah dilakukan pemanggilan kembali kerja oleh pengusaha 2 kali berturut-turut namun tidak dipenuhi, terhadapnya menurut Pasal 6 ayat (2) pekerja dianggap mengundurkan diri.
- Bahwa sebagaimana Pasal 5 ayat (1) 232/MEN/2003, pekerja yang mangkir dan mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan pekerjaannya menurut Pasal 7 ayat (2) dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.
- Bahwa apabila tidak mendapatkan pemberitahuan tertulis dari pekerja, pengusaha dapat melarang para pekerja yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi atau melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan sebagai tindakan sementara demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan.
- Bahwa secara a contrario sebagaimana Pasal 143 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, aparat keamanan dapat melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja dan pengurus serikat pekerja atas dilakukannya mogok kerja secara tidak sah.
- Bahwa secara a contrario sebagaimana Pasal 144 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, pengusaha dapat mengganti pekerja yang mogok kerja dengan pekerja lain dari luar perusahaan atas dilakukannya mogok kerja secara tidak sah.
- Bahwa atas dilakukannya mogok kerja secara tidak sah oleh pekerja serta terkualifikasi sebagai mangkir sebagaimana Pasal 6 ayat (1) 232/MEN/2003, pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja tersebut berdasarkan Pasal 154A ayat (1) huruf j bagian Ketenagakerjaan UU 6 Tahun 2023.