Bagaimana pembagian golongan waris menurut Hukum Waris Barat?
Tentu semua dari kita tidaklah asing dengan kata warisan. Arti warisan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah harta pusaka peninggalan. Sedangkan Mewarisi berarti menerima sesuatu yang ditinggalkan. Warisan adalah perkara yang penting bagi kehidupan Anda. Tidak hanya untuk diri pribadi, melainkan juga untuk anak cucu Anda kelak. Meskipun penting, seringkali perihal warisan ini menimbulkan berbagai permasalahan. Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil.
Untuk menghindari konflik-konflik tersebut maka sebaiknya pembagian warisan dilakukan secara adil. Pembagian tersebut akan adil tentunya jika menggunakan undang-undang yang berlaku. Pewarisan ada 2 yaitu pewarisan menurut agama muslim dan pewarisan non muslim. Jika pewaris beragama Islam maka yang berlaku adalah hukum waris Islam. Sedangkan jika pewaris non muslim, hukum waris yang digunakan merujuk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Ada dua macam ahli waris yang diatur dalam KUH Perdata, yaitu ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan dan hubungan darah; serta ahli waris berdasarkan surat wasiat.
Ahli Waris yang pertama disebut ahli waris ab intestato, sedangkan yang kedua disebut dengan ahli waris testamentair.
Ahli Waris ab intestato diatur dalam pasal 832 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa yang berhak menjadi Ahli Waris adalah para keluarga sedarah, baik sah, maupun di luar kawin dan si suami dan istri yang hidup terlama. Apabila semua tidak ada, maka yang berhak menjadi Ahli Waris adalah Negara.
Terdapat pembagian empat golongan ahli waris, yaitu:
- Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.
- Golongan kedua, meliputi orang tua dan saudara pewaris, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris;
- Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris;
- Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.
Perlu diketahui bahwa KUH Perdata tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran. Hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup ahli waris golongan berikutnya.
Ahli Waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut untuk dapat menerima warisan, yaitu meliputi:
1. Pewaris telah meninggal dunia.
- Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna Pasal 2 KUH Perdata, yaitu: “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya”.
Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris; - Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagai tidak cakap untuk menjadi ahli waris.
Ahli waris testamentair diatur dalam Pasal 874 KUHPerdata, “Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.”
Surat wasiat dibagi ke dalam beberapa bentuk yaitu sebagai berikut:[1]
- Surat wasiat olograpis
Surat wasiat olograpis adalah surat wasiat yang dibuat dan ditulis sendiri oleh testateur (Pewaris). Surat wasiat yang demikian harus seluruhnya ditulis sendiri oleh testateur dan ditandatangani olehnya (Pasal 932 KUHPerdata). Kemudian surat wasiat tersebut dibawa ke Notaris untuk dititipkan/disimpan dalam protokol Notaris. Notaris yang menerima penyimpanan surat wasiat olograpis, wajib dengan dihadiri oleh 2 orang saksi, membuat akta penyimpanan atau disebut akta van depot. Sesudah dibuatkan akta van depot dan ditandatangani oleh testateur, saksi-saksi dan notaris, maka surat wasiat tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan wasiat umum, yang dibuat di hadapan Notaris.
- Surat Wasiat Umum
Surat Wasiat Umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh testateur di hadapan Notaris. Ini merupakan bentuk testament yang paling umum dan paling dianjurkan, karena Notaris sebagai seorang yang ahli dalam bidang ini, berkesempatan dan wajib memberikan bimbingan dan petunjuk agar wasiat tersebut dapat terlaksana sedekat mungkin dengan kehendak testateur.
- Surat Wasiat Rahasia
Wasiat ini dibuat oleh testateur sendiri dan kemudian diserahkan kepada Notaris dalam keadaan tertutup/tersegel. Notaris yang menerima penyerahan surat wasiat yang demikian, harus membuat akta pengalaman atau akta superscriptie, dengan dihadiri oleh 4 orang saksi.
Di luar ketiga macam surat wasiat tersebut di atas, Undang-Undang masih mengenal satu macam lagi surat wasiat yaitu surat wasiat yang dibuat dalam keadaan darurat.[2]
Surat wasiat juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Syarat – Syarat Pewasiat
Pasal 895 : Pembuat testament harus mempunyai budi – akalnya, artinya
testamen tidak boleh dibuat oleh orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.
Pasal 897 : Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat membuat testament.
2. Syarat – Syarat Isi Wasiat
Pasal 888 : Jika testament memuat syarat – syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.
Pasal 890 : Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari testament itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya maka testament tidaklah sah.
Pasal 893 : Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat.
Selain larangan – larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum waris terdapat banyak sekali larangan – larangan yang tidak boleh dimuat dalam testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie ( bagian mutlak para ahli waris ) menjadi kurang dari semestinya.
Sumber:
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
[1] J. Satrio, “Hukum Waris”, (Bandung: Penerbit Alumni, 1992),hal.185.
[2] Ibid, hal.186.